Kamis, 07 Mei 2015

DIAM DISITU DAN TUNGGU AKU


Tak banyak aku berkisah perkara hati. Enggan berkisah, enggan berpisah. Mungkin terlalu banyak mengisahkan hati, membuat hati yang dikisahkan enggan datang atau malah ingin pulang jauh menghindar. Ahh bukan, bukan karena itu. Karena aku tak punya waktu untuk memperkarakan hatiku sendiri, aku larut dalam keasyikan masa mudaku, sungguh asyik menikmati kesibukanku. Bahkan orang tak sempat mengira aku juga punya hati untuk laki-laki.
Diam, dalam diam aku mengenang. Satu per satu aku teringat dan tenggelam. Aku menenggelamkan kenangan-kenangan itu, berharap aku akan segera sampai di pelaminan bersamamu. Ahh tak bisa, aku masih terikat beasiswa. Tak banyak aku berujar tentangmu ke semua orang, tak banyak aku mengatakan bagaimana pandanganku tentangmu. Aku mencoba diam, tetap berkarya dan kelak bisa berbagi cerita untuk anak-anak bahwa dulu aku mencintaimu dengan karya. Bukankah cinta tak perlu di umbar. Bungkam, dan teruslah berkarya untuk mewujudkan cinta yang sesungguh-sungguhnya cinta, cinta yang diperjuangkan, bukan cinta yang diumbar tanpa tujuan. Bukankah dengan karya kita memposisikan cinta pada posisi yang mulia, yang kelak dinantikan kisahnya oleh anak-anak kita, “Ayah ibu, untuk apa masa muda ayah dan ibu dihabiskan?” dan tak mungkin aku jawab dengan satu jawaban “Pacaran nak”.


Entah mengapa, kali ini aku ingin menulis bukan lagi tentang pergerakan atau kemenangan. Aku ingin menulis tentang yang ia, ia yang tak sempat aku sapa, ia yang tak sempat aku rasa, karena aku berusaha menjaga ia tetap dalam koridornya. Ahh hati-hati, jika kita bermain hati. Lebih baik sekarang, kamu siapkan barang-barangmu, bergegas untuk berangkat ke forum Indonesia Muda, temu nasional di palembang dan kembali  membawa cerita agar tak cengeng karena cinta. Diam di situ dan tunggu aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar