Tak banyak aku berkisah perkara hati. Enggan
berkisah, enggan berpisah. Mungkin terlalu banyak mengisahkan hati, membuat
hati yang dikisahkan enggan datang atau malah ingin pulang jauh menghindar. Ahh
bukan, bukan karena itu. Karena aku tak punya waktu untuk memperkarakan hatiku
sendiri, aku larut dalam keasyikan masa mudaku, sungguh asyik menikmati
kesibukanku. Bahkan orang tak sempat mengira aku juga punya hati untuk
laki-laki.
Diam, dalam diam aku mengenang. Satu per satu
aku teringat dan tenggelam. Aku menenggelamkan kenangan-kenangan itu, berharap
aku akan segera sampai di pelaminan bersamamu. Ahh tak bisa, aku masih terikat
beasiswa. Tak banyak aku berujar tentangmu ke semua orang, tak banyak aku
mengatakan bagaimana pandanganku tentangmu. Aku mencoba diam, tetap berkarya
dan kelak bisa berbagi cerita untuk anak-anak bahwa dulu aku mencintaimu dengan
karya. Bukankah cinta tak perlu di umbar. Bungkam, dan teruslah berkarya untuk
mewujudkan cinta yang sesungguh-sungguhnya cinta, cinta yang diperjuangkan,
bukan cinta yang diumbar tanpa tujuan. Bukankah dengan karya kita memposisikan
cinta pada posisi yang mulia, yang kelak dinantikan kisahnya oleh anak-anak
kita, “Ayah ibu, untuk apa masa muda ayah dan ibu dihabiskan?” dan tak mungkin
aku jawab dengan satu jawaban “Pacaran nak”.
Entah mengapa, kali ini aku ingin menulis
bukan lagi tentang pergerakan atau kemenangan. Aku ingin menulis tentang yang
ia, ia yang tak sempat aku sapa, ia yang tak sempat aku rasa, karena aku
berusaha menjaga ia tetap dalam koridornya. Ahh hati-hati, jika kita bermain
hati. Lebih baik sekarang, kamu siapkan barang-barangmu, bergegas untuk
berangkat ke forum Indonesia Muda, temu nasional di palembang dan kembali
membawa cerita agar tak cengeng karena cinta. Diam di situ dan tunggu
aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar