Minggu, 19 April 2015

JIKALAU SAYA TIDAK MEMULAI

Bismillah,
Jikalau saya tidak pernah memulai, mungkin saya tidak akan pernah menuai. Jikalau saya tidak bersikeras untuk berbuat, maka tak akan banyak hal yang akan saya dapat. Jikalau saya hanya berani berandai, mungkin semuanya kini saya hanya bisa menikmati buai-buai. Karena sejatinya apa yang kita pilih, itu yang akan menentukan. Pertanyaannya, apa pilihanmu untuk langkah hidupmu?



Pergi jauh dari rumah, merantau di kota Solo. Hal yang selalu saya pertanyakan dalam benak adalah “apa yang bisa kamu berikan untuk kota ini”. Bagi saya, solo tidak hanya memberi ruang untuk hidup, tapi memberi ruang untuk saya tumbuh dan berkembang baik secara pemikiran, pembelajaran hingga ruang-ruang dimana nurani berkumpul dan mengepulkan rasa kemanusiaan.

Bagi saya, Solo membuai banyak hal. Kenyamanan dan keramahan kotanya membuat saya hidup dengan nyaman, membuai mimpi-mimpi saya untuk tumbuh tinggi mengalahkan tingginya tower paragon. Membuat saya berharap, semua kota seramah kota Solo ini. Namun siapa sangka, di balik keramah tamahan dan kenyamanan kota yang penuh dengan event budaya ini, ada sebuah panti penampungan milik PMI yang didalamnya ada orang-orang yang bekerja dan bergerak karena hati, untuk merawat dan menyayangi warganya. Siapa warganya? Yakni orang-orang yang dikatakan mengalami masalah kejiwaan atau mental disorder. Terpisah dari keluarga, merindu dengan anak dan suaminya, hingga bermimpi untuk bisa keluar seperti masyarakat pada umumnya menjadikan ruang-ruang di tempat ini sarat dengan perjuangan.

Jangan di kira, yang berjuang dalam hidup ini hanya mahasiswa atau pemerintah. Jangan mengira bahwa yang mengalami kesulitan dan beratnya himpitan hidup hanya kita seorang. Saudara-saudara kami di Griya PMI Peduli mengalami hal yang sama, mereka juga memiliki himpitan dan kesulitan dalam menapaki jalan hidup, tapi mereka masih memiliki mimpi yang mendorong mereka untuk keluar dari kesulitan dan mendapati hak mereka lagi yang lama hilang karena diasingkan.

Bicara soal kebermanfaatan, warga di Griya PMI Peduli jauh lebih mengajarkan banyak arti bermanfaat. Saling membantu dalam hal mencuci pakaian, mencuci alat makan, memasak untuk memberi makan saudaranya yang lain, membersihkan ruang mereka hingga saling menyemangati dengan tatapan kosong penuh makna. Sekalipun dalam hidupnya, ibu itu tak pernah bicara, namun dalam perbuatannya kita bisa memahami bahwa apa yang dilakukannya sarat akan makna.

Kasihan? Iya sejujurnya terkadang saya kasihan, mereka jauh dari keluarga bahkan hilang kontak dengan keluarga dalam waktu yang lama. Tapi terkadang saya yang mengkasihani diri saya sendiri, masih muda, sehat dan dikatapan penuh motivasi, belum bisa memberi banyak arti dan kebermanfaatan untuk orang lain. Hingga akhirnya saya sadar, mereka tak pantas dikatakan gila, mental disorder atau gangguan jiwa. Mereka adalah guru yang tak bertutur perkara ilmu, namun mengajarkan banyak cara untuk bisa memahami kata “bersyukur”. Mereka adalah orang-orang dengan kelebihan yang tidak disoroti, namun kekurangannya penuh caci. Sekali lagi, saya ingin mencaci mereka yang tak punya hati, yang tak bisa melihat bahwa mereka manusia yang sama, memiliki hati dan seperti hal nya kita, memiliki kekurangan dan kelebihan yang ingin di hargai.


“bukan telinga kita yang tuli, tapi nurani yang hilang yang akhirnya tak mampu lagi mendengar suara saudara kita sendiri” –Griya Schizofren

Tidak ada komentar:

Posting Komentar