Hai bapak tua yang sedang tertatih mendorong gerobak rupiahmu,
Aku bangga kepadamu, kau begitu perkasa, kau begitu terhormat dan kau begitu istimewa daripada kami, pemuda yang mengaku berintelek tinggi namun kehilangan nurani untuk berbagi.
Hai bapak becak yang sudah termakan usia, aku begitu terkagum-kagum melihat perjuanganmu dalam mengayuh becak yang tak kalah tua dengan usiamu, kau begitu pandai mengalahkan uban putih yang menggerogoti energi dan panjang hembusan nafasmu, mengalahkan kami pemuda yang membanga-banggakan tubuh sehat nan kuat namun habis digerogoti kemalasan serta buaian fasilitas yang memanjakan diri.
Hai ibu pengemis yang mengenakan baju lusuh usang duduk mengemis di trotoar pinggir jalan, hatimu sungguh tak seusang baju yang engkau kenakan dan doamu lebih mujarab daripada doa kami pemuda yang mengaku generasi penerus bangsa tapi selalu menengadah meminta dan menuntut ke orang tua tiada habisnya. Kita hanya berbeda busana dalam meminta belas kasih manusia.
Hai makhluk-makhluk cacat nan hebat yang berjuang keras melawan ketidaksempurnaannya, kau lah manusia yang sempurna itu, bukan kami, para pemuda yang dianugerahkan Tuhan bertubuh lengkap dan sempurna namun selalu mengeluh karna ketidaksyukuran atas nikmat yang sudah kami miliki.
Dan hai anak-anak luar biasa, yang autis, down syndroom, maupun lemah mental, sesungguhnya engkaulah malaikat dunia ini, engkau begitu tabah, tegar dan ikhlas menerima kehendak Tuhan daripada kami, pemuda yang mengaku harapan bangsa namun lebih asik berfoya-foya, menyia-nyiakan masa muda, menunda-nunda waktu hingga termakan usia.
Dan hai anak-anak jalanan yang katanya tak berpendidikan, sejatinya engkau lebih dewasa dan mahir memaknai hidup ini, daripada kami pemuda yang mengaku berpendidikan namun tak memiliki dedikasi serta kontribusi kepada sesama.
Apa yang engkau banggakan selama ini wahai para pemuda, berstatus mahasiswa namun hanya pandai berencana, berdiplomasi dan berdiskusi tanpa berusaha untuk mewujudkannya ke dunia nyata, engkau tak ubah seperti penghayal yang ingin memetik bulan di langit yang tnggi atau seperti calon presiden yang berorasi mengumbar janji-janji tanpa realisasi.
Saya merasa malu, sebagai pemuda rasanya saya seperti menutup mata dengan realita yang ada, dan saya seakan buta dengan buaian materi dan fasilitas yang ada, hingga saya merasa kalau begini terus keadaannya kapan aya bisa menjadi generasi muda yang sesuai dengan harapan bangsa ini? menjadi seperti apa yang menjadi doa rakyat jelata di negeri zamrud khatulistiwa ini? sampai kapan saya menutup mata dan tetap tidur nyenyak dengan keadaan ini? BUKA MATAMU PEMUDA, INDONESIA MENANTIMU:) SEMANGAT!